Study Kebijakan Publik: The Case of Singapore

POLICY BRIEFS
Kebijakan Singapura dalam mengatur Pedagang Kaki Lima (PKL)

Ekonomi Singapura merupakan salah satu yang paling terbuka di dunia, korupsi terendah ke-7, paling pro-bisnis, dengan pajak rendah (14.2% dari Produk Domestik Bruto) serta memiliki PDB per kapita tertinggi ketiga dunia. Di Singapura, Pedagang Kaki Lima adalah pemandangan umum dari tahun 1950 - 1960, ketika pengangguran tinggi mendorong banyak orang untuk mengambil langkah membuka usaha sektor infromal sebagai mata pencaharian. Mereka menyediakan beberapa hal yang ditawarkan kepada masyarakat setempat dengan akses murah dan nyaman untuk berbagai macam barang dan jasa, mulai dari makanan cepat saji, buah-buahan dan hasil bumi yang segar lainnya hingga barang-barang rumah tangga, bahkan sampai jasa perbaikan sepatu dan layanan membuat kunci sekalipun. Namun, pada akhirnya PKL di nilai tidak higienis dan menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat, PKL juga dinilai menjadi penyebab terhalangnya lalu lintas kendaraan dan pejalan kaki.


Isu Kebijakan

I. Praktek Sektor Informal di Singapura dianggap menjadi gangguan di dalam kehidupan sosial masyarakat serta menjadi Isu Publik yang harus segera dihapuskan. Namun, pada sisi lain dalam hal prakteknya berlangsung, Pemerintah Singapura sendiri tidak dapat menyangkal bahwa sektor informal tersebut justru berperan dalam perekonomian negara sehingga perlu adanya campur tangan pemerintah.
II. Letak Sektor Informal yang tidak teratur serta mengganggu kegiatan berkendaraan dan kenyamanan pengguna jalan yang menyebabkan banyak oknum-oknum melakukan penggerebekan untuk memindahkan para PKL supaya pindah ke kios sewa. Namun, hal ini tidak berjalan dengan mulus karena banyak PKL yang menyogok oknum-oknum tersebut agar tidak di pindahkan atau malah bisa menempatkan jajakannya di tempat-tempat ramai.
III. Kebersihan akan PKL yang menjual makanan menjadi fokus utama dimana hal tersebut menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Karena Untuk memulai, kegiatan menjajakan atau berjualan dan praktik kebersihan mereka dinilai dibawah standar serta banyak yang menilai hal tersebut menimbulkan keterkaitan dengan wabah kolera dan tipus, serta peningkatan jumlah hama dan serangga seperti lalat dan nyamuk. Ini PKL biasanya tidak memiliki peralatan yang tepat, pasokan air atau sistem pembuangan limbah. Alat-alat perlengkapan bersih secara sepintas dan tidak ada cara yang tepat untuk memastikan bahwa makanan mereka tidak terkontaminasi oleh lalat yang tertarik ke tempat usaha mereka

Agenda Setting dalam Pembuatan Kebijakan dalam hal mengatur Pedagang Kaki Lima

I. Perizinan Usaha Pedagang Kaki Lima di bawah Undang-Undang Kesehatan Masyarakat Lingkungan, pedagang kaki lima  yang beroperasi dari kios di setiap jalan, tempat atau tempat umum, dan pedagang keliling pergi dari satu tempat ke tempat lain untuk melakukan kegiatan berjualannya wajib memiliki lisensi pedagang kaki lima. Lisensi ini dikeluarkan oleh Badan Lingkungan Nasional, sebuah badan hukum yang didirikan di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air untuk meningkatkan dan mempertahankan lingkungan yang bersih dan hijau di Singapura.
II. Relokasi PKL dengan seiring dengan penegakan hukum, pemerintah Singapura memindahkan pedagang kaki lima yang berlisensi dari jalan ke fasilitas yang dikenal sebagai "Hawkers Centre" (atau "pusat jajanan" untuk jangka pendek) dimana mereka terlibat dalam program untuk membangun pusat jajanan dengan fasilitas dan infrastruktur untuk memungkinkan PKL untuk menjalankan bisnis mereka di bawah kondisi bersih dan higienis. Tidak seperti food court yang terletak di mal kelas atas, pusat-pusat jajanan ini tidak ber-AC.
III. Regulasi mengenai kebersihan makanan di PKL yang dimasak untuk menjunjung kebersihan publik di PKL yang menyediakan makanan yang dimasak sesuai dengan legislasi penilaian standar keamanan pangan. Pemilik makanan di pusat-pusat jajanan diwajibkan untuk memastikan bahwa makanan yang disiapkan di warung mereka aman untuk konsumsi publik. Aturan yang harus mereka patuhi ditetapkan dalam Undang-Undang Kesehatan Masyarakat Lingkungan, Peraturan Kesehatan Masyarakat Lingkungan (Food Hygiene), dan Penjualan Undang-Undang Pangan. Untuk memastikan kebersihan makanan, Badan Lingkungan Nasional melakukan pemeriksaan mendadak secara teratur.
IV. Kebijakan sewa di “Hawkers Centre” yang terbagi jadi kios-kios bersubsidi dan non-subsidi di Hawkers Centre. Warung bersubsidi disewakan kepada pedagang asongan yang sebelumnya direlokasi dari jalan ke pusat jajanan atau mereka yang dialokasikan kios di bawah skema kesulitan sebelumnya. Warung non-subsidi dioperasikan oleh pemilik kios yang membayar sewa yang ditentukan oleh penilaian profesional atau latihan tender. Sewa bulanan untuk kios-kios bersubsidi dan non-subsidi ditunjukkan di bawah ini:
 
V. Perkembangan terbaru dari kebijakan PKL yaitu Pemerintah Singapura mengumumkan untuk melanjutkan pembangunan pusat jajanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di pusat populasi baru. Dengan rencana membangun 10 pusat jajanan baru untuk menambah sekitar 600 kedai makanan yang dimasak dalam dekade berikutnya. Selain menyediakan sumber makanan yang terjangkau, peningkatan keseluruhan pasokan kios-kios jajanan diharapkan dapat menciptakan efek stabilisasi pada harga makanan dengan mengerahkan tekanan ke bawah pada sewa kios dari waktu ke waktu. Sebagaimana diusulkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air, Panel Konsultasi Publik Pusat Pengawas telah dibentuk untuk merumuskan ide-ide baru tentang semangat budaya, desain dan manajemen pusat-pusat jajanan baru. Terdiri dari perwakilan dari berbagai sektor masyarakat, Panel telah merekomendasikan bahwa, antara lain, pusat-pusat jajanan baru dioperasikan secara tidak-untuk-laba oleh perusahaan sosial atau koperasi di bawah arahan dan instruksi dari dewan direksi yang ditunjuk oleh pemerintah.

Pemilik Peran dalam Penentuan Kebijakan

I. Badan Lingkungan Nasional bertugas mengatur dan mengelola Hawkers Centre.
II. Departemen Hawker bertanggung jawab untuk perumusan, penerapan, dan administrasi kebijakan penjaja, termasuk pengelolaan vendor dan peningkatan Hawkers Centre. Setiap pusat jajanan memiliki asosiasi jajanan yang terdiri dari perwakilan pedagang asongan. Badan Lingkungan Nasional mempertahankan dialog reguler dengan asosiasi pedagang untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pusat mereka.
III. Kementerian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air, Badan Perumahan dan Pembangunan, dan Korporasi JTC. Badan Perumahan dan Pembangunan sangat berperan dalam relokasi pedagang asongan selama karena pusat jajanan termasuk sebagai bagian dari infrastruktur dari tatanan kota yang baru. Setelah lahan sudah disiapkan, pedagang kaki lima akan dipindahkan ke sana ketika warga pindah ke flat-flat baru. Saat ini, lebih dari 75% pusat jajanan berada di bawah kepemilikan Badan Perumahan dan Pembangunan. Mitra industri Badan Perumahan dan Pembangunan, Perusahaan JTC, juga terlibat dalam relokasi PKL. Ketika mengembangkan kawasan industri, Perusahaan JTC juga membuat ketentuan untuk pusat jajanan.

Rekomendasi Kebijakan

I. Memang sangat perlu adanya campur tangan pemerintah dalam hal mengelola sektor informal supaya dapat terorganisir dan lebih maju serta memberdayakan masyarakat tentang kewirausahaan supaya terciptanya masyarakat yang mandiri dalam menekan angka angkatan tidak pekerja.
II. Perlu diadakan audit setiap tahun ke kios-kios di Hawkers Centre mengenai stabilitas higienis agar tetap konsisten serta terciptanya kehidupan masyarakat yang jujur.
III. Penerapan sanksi terhadap bagi pemilik kios yang melanggar batas standar keamanan serta kebersihan di Hawker Centres serta adanya peningkatan secara terus menerus supaya bisa berkembang lebih baik lagi dan lagi.
IV. Pemerintah harus mengadakan edukasi serta pemberdayaan kepada setiap para PKL yang ada di Hawkers Centre atau di luar Hawkers Centre supaya pendidikan mengenai usaha mereka lebih berkembang serta bisa memanfaatkan faktor atau fasilitas yang ada tanpa harus mengganggu fasilitas publik.

Komentar