KETIMPANGAN DISTRIBUSI EKSPLOITASI SUMBER DAYA ALAM DI PAPUA NUGINI

Abstrak

Papua Nugini sangat kaya akan sumber daya alam, Papua Nugini kaya akan sumber daya alam, termasuk mineral, minyak, gas, kayu dan ikan, dan tanaman keras seperti kopi, kelapa sawit, kakao, kopra, karet, teh dan rempah-rempah yang berkontribusi secara signifikan terhadap keseluruhan pembangunan Papua Nugini. Namun, dengan melimpahnya sumber daya alamnya, membuat banyak kondisi yang menyebabkan ketimpangan atau ketidak-adilan dalam pengeksploitasiannya. Banyak yang tertarik untuk menguasai hampir 90% lahan di Papua Nugini untuk dieksploitasi sumber daya alamnya, khususnya bagi para perusahaan atau pertambangan yang memilih Papua Nugini sebagai tujuan pengeksploitasian.


Abstract

Papua New Guinea is rich in natural resources, Papua New Guinea is rich in natural resources, including minerals, oil, gas, timber and fish, and crops such as coffee, palm oil, cocoa, copra, rubber, tea and spices Significantly to the overall development of Papua New Guinea. However, with the abundance of its natural resources, it creates many conditions that cause inequality or injustice in its exploitation. Many are interested in controlling nearly 90% of Papua New Guinea's land for exploitation of its natural resources, especially for companies or mining that choose Papua New Guinea as the exploitative destination.



Keyword: Papua Nugini, Sumber Daya Alam, Eksploitasi, Ekonomi, Undang-Undang.



I. Latar Belakang

Sumber daya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati dan sumber daya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan Negara yang penting. Sebagai modal dasar pembangunan, Sumber daya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya tetapi dengan cara-cara yang tidak merusak, bahkan sebaliknya, cara-cara yang dipergunakan harus dipilih yang dapat memelihara dan mengembangkan agar modal dasar tersebut makin besar manfaatnya untuk pembangunan lebih lanjut di masa mendatang. Sumber daya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya.

Dalam penggunaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia berdampak pada lingkungan global. Setiap kali bahan baku digunakan untuk menghasilkan barang, ada dampak ekologis, sosial, dan ekonomi. Mengelola sumber daya alam dan memanfaatkan teknik konservasi diperlukan untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan sekarang dan masa depan. Nilai ekonomi utama dari sumber daya yang matang berasal dari layanan yang diberikannya kepada manusia.

Melimpahnya dan pentingnya sumber daya alam untuk keberlangsungan hidup manusia menjadi sebuah hal yang menarik para pihak untuk mengelola sumber daya alam tersebut karena memiliki banyak keuntungan yang tiada habisnya. Namun, di sisi lain, sumber daya alam terletak dan terbentang luas di seluruh muka bumi, dimana sumber daya alam tersebut terpeta-petakan dan menjadi hal yang dilindungi oleh setiap Negara yang memilikinya. Tetapi, masih banyak negara yang belum mampu untuk mengelola sumber daya alam-nya yang melimpah karena kurangnya fasilitas dan infrastruktur. Hal tersebutlah yang menjadi acuan pihak pengelola untuk mengelola sumber daya alam di suatu negara.

Dalam hal pengelolaan tentunya tidak sedikit sumber daya alam yang di kelola, namun dalam skala besar. Hal ini yang menyebabkan terjadinya eksploitasi terhadap sumber daya alam. Papua Nugini merupakan salah satu negara dengan keragaman sumber daya alamnya, mulai dari hutan, material tambang seperti emas, perak, dll. Dimana sumber daya alam tersebut bermanfaat untuk kepentingan komersial, subsisten, budaya dan ilmiah.

Dengan melimpahnya sumber daya alam yang dimiliki Papua Nugini, menarik banyak perusahaan pengelola sumber daya alam untuk mengelola sumber daya alam tersebut, tetapi dalam pengelolaan tersebut menyebabkan ketimpangan yang terjadi, dimana pengelolaan sumber daya alam melebihi batas kapasitas yang berujung pada pengeksploitasian. Papua Nugini sendiri pun memiliki total luas lahan 46,2 juta hektar dan berpenduduk sekitar 5 juta orang. Dari tanah ini, 97% dimiliki secara pribadi oleh pemilik adat. Hutannya mencakup sekitar 78% atau 36,125 juta hektar dari total luas daratan, mulai dari hutan mangrove di sepanjang pantai sampai hutan pegunungan pada ketinggian yang lebih tinggi. Sekitar 15 juta hektar hutan ini dioperasikan (komersial) untuk kepentingan masyarakat. Namun, ada beberapa ketidakpastian mengenai areal tepat dari hutan yang dapat dioperasikan karena diperkirakan 15 juta hektar. Selanjutnya, sebagian besar wilayah ini telah dibuka untuk eksplorasi pertanian, infrastruktur, pertambangan dan minyak, dan oleh operasi penerbangan. Dari 36,1 juta hektar lahan berhutan, 35,563 juta hektar adalah hutan berdaun lebar, 520.000 hektar konifer, dan 42.000 hektar adalah hutan tanaman. Meskipun hutan Papua Nugini hanya menyumbang 1,5% hutan hujan tropis dunia, mereka sangat kaya akan keberagaman menurut standar global. Beberapa species tanaman atau hewan dianggap endangered, tapi ini bisa menjadi konsekuensi persediaan yang tidak lengkap. Konsistensi dan nilai komersial dari kolam gen kaya ini cukup besar. Dalam hal produksi kayu, hutan negara tersebut mengandung lebih dari 2000 jenis pohon, yang sekitar 400 diketahui bermanfaat secara komersial. (Saulei, 1997: 25)

Tidak hanya sumber daya hutan saja yang dimiliki oleh Papua Nugini, tetapi juga memiliki sektor pertambangan yang sangat melimpah. Tembaga, emas, dan perak merupakan komoditas mineral utama yang diproduksi di Papua Nugini. Sumber daya mineral logam lainnya yang mungkin terbentuk terjadi pada deposit subekonomis, yang belum dieksplorasi secara luas dieksplorasi, atau yang sedang dikembangkan termasuk bijih besi, molibdenum, elemen kelompok platina, dan seng. Papua Nugini juga memiliki minyak mentah dan sejumlah sumber daya alam gas alam yang besar. (Wacaster, 2012: 21.1) Namun, dari kedua sektor tersebut PNG sangat kaya akan sumber daya alam namun degradasi terjadi dengan cepat. Menurut perkiraan terakhir, bagian yang sangat penting dari total luas lahan, meskipun terjadi penggundulan hutan skala besar, masih tertutup oleh hutan alam. Negara ini juga memiliki dataran rawa yang luas, sungai yang luas; Pegunungan tinggi dan sebagainya, yang semuanya menghadirkan tantangan unik mereka. lokasi geografis PNG membuatnya sangat rentan terhadap bencana alam seperti letusan gunung berapi, gelombang pasang, banjir yang disebabkan oleh hujan monsun, musim kering yang berkepanjangan, dan sebagainya.

Selama ini, Papua Nugini dikepung oleh proyek eksploitasi sumber daya alam sebagian sudah berjalan, sebagian belum, ada yang dalam skala besar-besaran, ada juga yang tak begitu besar; ada yang dengan ijin resmi, ada yang ilegal. Lalu bagaimanakah sebenarnya eksploitasi di Papua Nugini bisa terjadi? Di dalam artikel ini akan menjelaskan mengenai kasus pengeksploitasian sumber daya alam di Papua Nugini beserta relasinya kasus tersebut dengan Negara, Pasar, dan Masyarakat, dan bagaimana sebenarnya kebijakan Pemerintah Papua Nugini menangani masalah tersebut.



II. Metode Penelitian

· Jenis Penelitian
Dalam analisis atau penelitian ini menggunakan penelitian sederhana, yaitu berupaya mengeksplorasi sebuah kasus secara mendalam dan diminta untuk memberikan tanggapan mengenai kasus tersebut.

· Jenis Data
Jenis data yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data-data sekunder, antara lain mencakup buku-buku, dokumen-dokumen resmi, jurnal-jurnal penelitian, dan sebagainya.

· Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

· Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tinjauan pustaka (Library Research) yaitu mengumpulkan, mereduksi, dan memilih data sekunder untuk penelitian. Dalam hal ini melakukan inventarisasi dan dokumentasi sumber-sumber data dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.



III. Pembahasan

A. Pengertian Eksploitasi

Definisi eksploitasi yang tercatat dalam berbagai kamus selama beberapa dekade menawarkan perbandingan yang bermanfaat
  • Eksploitasi : Penggunaan yang tidak adil dan tidak benar untuk keuntungan atau keuntungan seseorang (Webster, 1983)
  • Tindakan mengeksploitasi atau beralih ke masalah, manajemen kerja produktif atau menguntungkan; Tindakan untuk beralih ke tujuan egois, menggunakan untuk keuntungan sendiri. (Oxford, 1971)
  • Tindakan mengeksploitasi; Tindakan memanfaatkan atau beralih ke penggunaan sendiri. (Webster, 1983)
  • Eksploitasi yang berarti politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang atau terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan.(https://id.wikipedia.org/wiki/Eksploitasi)


Eksploitasi ini banyak digunakan dalam istilah hutan atau beberapa sumber daya alam yang ada di suatu negara. Eksploitasi sebenarnya memang dilarang oleh pemerintah, namun masih banyak pihak yang melakukan eksploitasi hanya untuk mendapatkan keuntungan semata. Jika eksploitasi ini selalu dilakukan, maka subjek akan hilang atau punah. Pendek kata, pengertian eksploitasi selalu dikaitkan dengan suatu hal yang bersifat untuk mengambil yang menguntungkan secara terus menerus untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Eksploitasi tidak mempertimbangkan hal buruk yang akan terjadi pada tindakan tersebut bahkan sering melanggar peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Konsep eksploitasi tertanam kuat dalam pemikiran masa ini tentang industri dan bisnis. Dan, seperti yang disebutkan di awal, gambaran bahwa kata itu memunculkan banyak pikiran adalah bengkel; kondisi kerja yang keras, berjam-jam, gaji rendah dan sedikit keuntungan. Penggambaran ini, bahkan dalam perspektif sejarah, adalah penyederhanaan yang berlebihan. Namun tetap ada, dengan beberapa pembenaran, dalam literatur kontemporer. Baru-baru ini biaya eksploitasi muncul sehubungan dengan industri rumahan yang dipupuk oleh mikrokomputer yang telah difasilitasi bekerja di rumah yang jauh dari peraturan yang mudah.(Swanson. 1985: 12)


Eksploitasi bukan satu-satunya provinsi industri dan bisnis. Hal ini bukan kondisi yang umum hanya untuk negara industri, juga tidak muncul sebagai hantu bagi generasi sesekali. Eksploitasi sama luasnya dengan sejarah manusia seperti perang, pembangunan ekonomi, atau usaha pendidikan dan ilmiah. Mendahului usia industri, eksploitasi bukanlah hasil sampingan mekanisasi atau teknologi.


B. Eksploitasi Sumber Daya Alam

Sumber daya alam (SDA) merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri dengan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan kita jaga kelestariannya. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan aspek peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan berbagai macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap, pemanasan global hingga bencana lumpur  panas Sidoarjo yang sangat merugikan masyarakat.Sumber daya alam (SDA) merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri dengan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan kita jaga kelestariannya. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan aspek peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan berbagai macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap, pemanasan global hingga bencana lumpur  panas Sidoarjo yang sangat merugikan masyarakat.Sumber daya alam (SDA) merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri dengan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan kita jaga kelestariannya. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan aspek peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan berbagai macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap, pemanasan global hingga bencana lumpur  panas Sidoarjo yang sangat merugikan masyarakat.Sumber daya alam (SDA) merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri dengan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan kita jaga kelestariannya. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan aspek peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan berbagai macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap, pemanasan global hingga bencana lumpur  panas Sidoarjo yang sangat merugikan masyarakat.Sumber daya alam (SDA) merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri dengan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan kita jaga kelestariannya. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan aspek peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan berbagai macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap, pemanasan global hingga bencana lumpur  panas Sidoarjo yang sangat merugikan masyarakat.Sumber daya alam (SDA) merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri dengan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan kita jaga kelestariannya. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan aspek peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan berbagai macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap, pemanasan global hingga bencana lumpur  panas Sidoarjo yang sangat merugikan masyarakat.Sumber daya alam (SDA) merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri dengan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan kita jaga kelestariannya. Eksploitasi sumber daya alam secara berlebih-lebihan tanpa memperhatikan aspek peran dan fungsi alam ini terhadap lingkungan dapat mendatangkan berbagai macam bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kabut asap, pemanasan global hingga bencana lumpur  panas Sidoarjo yang sangat merugikan masyarakat. (Wardana, 2014: 2)

Pengertian eksploitasi sumber daya alam adalah segala bentuk atau bentuk upaya yang dilakukan untuk melakukan penggalian-penggalian dan pemanfaatan sumber daya alam yang terdapat pada suatu objek atau wilayah tertentu demi mendapatkan dan memanfaatkannya dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan orang banyak atau umum.

Namun, sebelum eksploitasi dilakukan, pada dasarnya pihak yang ingin melakukan pengeksploitasian terlebih dahulu melakukan eksplorasi terhadap sumber daya alam yang ingin dieksploitasi. Pada dasarnya eksplorasi dan eksploitasi memiliki keterikatan satu dengan lainnya, bila dalam eksplorasi terjadi pengkajian dan pengumpulan data untuk sebuah penelitian mengenai sumber daya alam atau yang lainnya, maka eksploitasi adalah bentuk atau praktek langsung dari eksplorasi itu sendiri.

Pada saat ini, banyak pihak-pihak yang kemudian menggunakan kedua kata tersebut di atas sebagai praktek dalam memenuhi kepentingan pribadi dan kelompoknya saja tanpa memperhatikan aspek-aspek yang harus dijaga atau dipatuhi dalam pelaksanaannya.

Eksplorasi sendiri memiliki pengertian yaitu proses kegiatan penyelidikan lapangan untuk penggalian informasi dan pengumpulan data-data yang dilakukan dengan tujuan kepentingan penelitian dan penyediaan infromasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Kegiatan eksplorasi biasanya banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan atau instansi milik pemerintah yang bergerak di dalam bidang pertambangan, tetapi banyak juga eksplorasi dilakukan untuk perhutanan.


Tujuan dilakukannya eksplorasi sendiri yaitu:

· Memastikan keberadaan sebaran sumber daya alam yang akan di eksploitasi
· Meminimalisir pengeluaran atau kerugian yang mungkin akan timbul dari proses pengeksploitasian itu sendiri
· Memaksimalkan perolehan hasil eksploitasi yang didapatkan
· Sebagai kajian awal terhadap efek atau imbas yang akan diperoleh dari pelaksanaan penambangan
· Memperkecil kerusakan lingkungan sekitar area yang akan dieksploitasi
· Menjadi acuan efisiensi waktu dan biaya yang akan dikeluarkan

Eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup telah menyebabkan semakin buruknya kualitas lingkungan sumberdaya alam, khususnya dalam masalah pengawasan dan pengembangan mekanisme hidup. Hal ini disebabkan tidak konsistennya pelaksanaan manajemen lingkungan hidup dan dan kelembagaannya.
Dampak eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan akan mengakibatkan:

· Sumber daya alam akan menjadi cepat habis apalagi bagi sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui seperti minyak dan gas bumi
· Habitat sumber daya alam menjadi rusak
· Habitat penunggu sumber daya alam tersebut menjadi punah, contohnya: habitat orang utan dan gajah yang rusak akibat kegiatan eksploitasi
· Ekosistem rusak dan rantai makanan kehidupan menjadi tidak stabil
· Timbulnya anomali seperti global warming dan cuaca ekstrim yang diakibatkan seperti penggundulan hutan dan secara besar-besaran

Dengan memperhatikan permasalahan sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, pengelolaan di bidang pelestarian lingkungan hidup mempunyai beberapa ciri khas, yaitu tingginya potensi konflik, tingginya potensi ketidaktentuan (uncertainty), kurun waktu yang sering cukup panjang antara kegiatan dan dampak lingkungan yang ditimbulkan, serta pemahaman masalah yang tidak mudah bagi masyarakat luas. Karena ciri-ciri ini, usaha pelestarian akan selalu merupakan suatu usaha yang dinamis baik dari segi tantangan yang dihadapi maupun jalan keluarnya.


C. Kasus Ketimpangan Eksploitasi Sumber Daya Alam di Papua Nugini


i. Profil Singkat Mengenai Negara Papua Nugini
Papua Nugini adalah sebuah negara yang terletak di bagian timur Pulau Papua berbatasan darat dengan Provinsi Papua (Indonesia) di sebelah barat. Benua Australia di sebelah selatan dan negara-negara Oceania berbatasan di sebelah selatan, timur dan utara. Ibu kotanya yang terbesar yaitu adalah Port Moresby. Papua Nugini adalah salah satu negara yang paling beragam di Bumi, dengan lebih 850 bahasa lokal asli dan sekurang-kurangnya sama banyaknya dengan komunitas-komunitas kecil yang dimiliki, dengan populasi kurang dari 6 juta jiwa. Papua Nugini juga salah satu negara yang paling luas wilayah perkampungannya, dengan hanya 18% penduduknya menetap di pusat-pusat perkotaan.

Papua Nugini adalah anggota Negara Persemakmuran, dan Ratu Elizabeth II adalah Kepala Negaranya. Sudah diharapkan oleh konvensi konstitusional, yang menyiapkan rancangan konstitusi, dan oleh Australia, bahwa Papua Nugini telah memilih untuk tidak mempertahankan hubungan dengan monarki Inggris. Bagaimanapun, para pendirinya menganggap bahwa kaum terhormat kerajaan menganggap bahwa negara yang baru merdeka tidak akan mampu berbicara dengan murni melalui sistem kerajaan pribumi, sehingga sistem monarki Inggris dipertahankan. Sang Ratu diwakili oleh Gubernur Jenderal Papua Nugini. Papua Nugini adalah satu entitas negara yang tidak biasa diantara Negara-Negara Persemakmura, yakni bahwa Gubernur Jenderal secara efektif dipilih oleh badan legislatif bukan oleh cabang eksekutif, seperti di beberapa negara demokrasi parlementer.

Dan kemudian sistem pemerintahannya bersifat Parlementer, kekuasaan eksekutif sebenarnya terletak pada Perdana Menteri, yang memimpin kabinet. Parlemen Nasional yang tunggal memiliki 109 kursi, 20 di antaranya ditempati oleh para Gubernur dari 18 Provinsi dan Distrik Ibukota Nasional. Calon anggota parlemen dipilih pada saat perdana menteri menyerukan pemilihan umum nasional, selambat-lambatnya 5 tahun setelah pemilihan umum nasional sebelumnya.

Sebagian besar penduduk menetap di dalam masyarakat tradisional dan menjalankan sistem pertanian sederhana yang hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Masyarakat dan marga ini memiliki beberapa pengakuan tersirat di dalam kerangka undang-undang dasar negara Papua Nugini. Undang-Undang Dasar Papua Nugini (Pembukaan 5(4)) menyatakan harapan bagi kampung dan komunitas tradisional untuk tetap menjadi satuan kemasyarakatan yang lestari di Papua Nugini, dan untuk langkah-langkah aktif yang diambil untuk melestarikannya. Dewan Perwakilan Rakyat Papua Nugini telah memberlakukan beberapa undang-undang di mana sejenis “Tanah Ulayat” diakui, artinya bahwa tanah-tanah tradisional pribumi memiliki beberapa landasan hukum untuk memproteksi diri dari campur tangan kaum pendatang yang bertindak berlebihan. Tanah ulayat ini disebutkan melingkupi sebagian besar tanah yang dapat digunakan di negara ini (sekitar 97% seluruh daratan); tanah yang dapat diolah oleh kaum pendatang bisa saja berupa milik perseorangan di bawah syarat pinjaman dari negara atau tanah milik pemerintah.

Papua Nugini dibagi menjadi 4 region, yang bukan merupakan pembagian administratif primer melainkan cukup signifikan di dalam banyak sendi pemerintah, perdagangan, olahraga, dan kegiatan lain-lainnya. Negara ini memiliki 20 pembagian wilayah yang setara Provinsi: 18 Provinsi, Daerah Otonom Bougainville dan Distrik Ibu Kota Nasional. Tiap-tiap Provinsi dibagi menjadi satu distrik atau lebih, yang kemudian dibagi lagi menjadi satu pemerintah lokal atau lebih. Provinsi adalah pembagian administratif primer di Papua Nugini. Pemerintah Provinsi adalah cabang Pemerintah Nasional Papua Nugini bukanlah Federasi Provinsi.

Geografi Papua Nugini beragam dan di beberapa tempat sangat kasar. Sebuah barisan pegunungan memanjang di Pulau Papua, membentuk daerah dataran tinggi yang padat penduduk. Hutan hujan yang padat dapat ditemukan di dataran rendah dan daerah pantai. Rupa bumi yang sedemikian telah membuatnya menjadi sulit bagi pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur transportasi. Di beberapa daerah, pesawat terbang adalah satu-satunya modus transportasi. Setelah diperintah oleh 3 kekuatan asing sejak 1884, Papua Nugini merdeka dari Australia pada tahun 1975. Kini Papua Nugini masih menjadi bagian dari dunia persemakmuran. Banyak penduduk hidup dalam kemiskinan yang cukup buruk, sekitar sepertiga dari penduduk hidup dengan kurang dari US$ 1,25 per hari.

ii. Keadaan Ekonomi Papua Nugini
Papua Nugini kaya akan sumber daya alam, tetapi pengelolaan sumber daya alamnya terkendala oleh rupa buminya yang rumit, tingginya biaya pembangunan infrastruktur, persoalan perundang-undangan yang serius, dan sistem status pertanahan yang membuat upaya pengenalan pemilik tanah untuk tujuan negoisasi perjanjian terhadapnya tetap saja menyisakan masalah. Pertanian memberikan penghidupan yang penting bagi 85% penduduk. Cadangan mineral, meliputi minyak bumi, tembaga, dan emas, menyumbangkan 72% perolehan ekspor. Negara ini juga memiliki industri kopi yang cukup bernilai. emas, bijih tembaga, minyak mentah dan gas alam, kayu, ikan, minyak sawit, teh, karet dan batang kayu. Apabila dirincikan, untuk produk kehutanan menyumbang 4% GDP, kelautan 1% GDP, pertanian sebesar 13% GDP dengan produk utama kopi, bijih cokelat, kelapa, minyak, kayu, teh dan vanilla, industry menyumbang 25% GDP: dengan sektor utama pada penghancuran kopra, proses pembuatan minyak, produksi tripleks, produksi kayu, pertambangan emas, perak dan tembaga; konstruksi, turis, produksi minyak mentah, produksi penyulingan minyak tanah, sedangkan mineral dan minyak yang paling banyak untuk GDP sebesar 82%. (Kiele, 2014)

Secara ekonomi, ekonomi PNG tetap didominasi oleh dua sektor: pertanian, kehutanan, dan sektor perikanan, yang bergerak sebagian besar angkatan kerja (mayoritas informal); dan mineral dan ekstraksi energi sektor yang menyumbang mayoritas pendapatan ekspor dan Produk Domestik Bruto. Untuk diversifikasi basis aset dan peningkatan lapangan kerja PNG, investasi yang dibutuhkan untuk memperkuat kapasitas di lembaga-lembaga, modal manusia, dan infrastruktur fisik. (data.worldbank.org/country/papuanewguinea)

Perekonomian PNG ini jika dilihat secara seksama, terdiri dari sektor formal, sektor berbasis hukum dan sector informal. Sektor formal mengarah pada industri yang menyediakan basis pekerjaan yang sempit, terdiri dari pekerja kontrakkan dalam produksi mineral, sektor manufaktur yang relatif kecil, lapangan kerja yang kecil dalam sektor keuangan, sektor publik dan industri jasa, konstruksi serta transportasi. Jika dibandingkan dengan Negara Pasifik lainnya, PNG masih memiliki posisi ekonomi yang kuat, dengan jumlah simpanan yang banyak dan bertambah selama ledakan komoditas terjadi sebagai penyangga keuangan selama Krisis Ekonomi Global (Global Economic Crisis), dan sektor keuangan relatif terlindungi dari kegentingan kredit global.Pertumbuhan ekonomi di PNG diperkirakan kuat pada tahun 2010, dengan kontribusi dari sector domestic dan eksternal. Berdasarkan perkiraan Departemen keuangan, tahun 2010 pertumbuhan ekonomi akan naik mencapai 7.5% diatas estimasi tahun 2009 sebesar 5.5%.Inflasi turun pada tahun 2010 mendekati 5 %. Dengan itu, Departemen Keuangan dan Bank di PNG lebih memusatkan perhatian pada hal-hal yang akan meungkinkan inflasi kembali meningkat. Resiko terhadap perekonomian kemungkinan berasal dari LNG dan pertumbuhan sektor mineral. Pendapatan Pemerintah PNG mudah terkena imbas karena sangat tergantung pada perubahan peningkatan dari harga global untuk emas, tembaga dan minyak.

Dalam perdagangan khususnya ekspor impor, PNG memiliki jumlah ekspor yang lebih besar daripada impornya. Komoditas yang diekspor berupa emas, bijih tembaga, minyak kayu, minyak kelapa sawit, dan kopi. Pasarnya berada di Australia, Jepang, Filipina, Jerman, Korea Selatan, Cina, USA, UK, Singapura, dan Malaysia. Sedangkan Impor berupa mesin dan perlengkapan transportasi, kendaraan, barang-barang manufaktur, makanan, bahan bakar minyak, dan kimia. Supply terbesar dari Australia, USA, Singapore, Jepang, Cina, New Zealand, Malaysia, Hong Kong, Indonesia dan UK.

Dalam hal pengelolaan mineral, kayu dan sektor perikanan dikuasai oleh investor asing. Pendapatan pemerintah bergantung pada ekspor mineral dan minyak. Pemilik lahan asli dari sumber kedua komoditas ini juga mendapat pendapatan dari setiap operasi yang dilakukan. Dalam sector perikanan, PNG memiliki industry tuna yang aktif, akan tetapi penangkapannya dilakukan oleh kapal bangsa lain dibawah lisensi PNG. Australia, Singapura dan Jepang adalah eskporter utama pada Papua New Guinea. Mesin, minyak, pertambangan dan penerbangan adalah ekspor kuat Amerika kepada Papua New Guinea.

iii. Ketimpangan Eksploitasi Sumber Daya Alam di Papua Nugini
Seperti yang sudah dijelaskan, Papua Nugini sangat kaya dengan sumber daya alamnya yang beragam dan memiliki daya fungsi dan daya jual baik untuk memenuhi kehidupan rakyatnya maupun segi bisnis, ekspor dan impor, dll. Untuk menggunakan sumber daya alam tersebut, perlu adanya eksploitasi sumber daya alam yang memadai dan tidak melebihi batasnya, sesuai dengan kapasitas yang diperlukan. Dalam pengeksplotasiannya, yang paling banyak di eksploitasi yaitu sumber daya mineral. Beberapa perusahaan pertambangan, minyak dan gas saat ini beroperasi di Porgera, Ok Tedi, Lihir, Hidden Valley, Sinivit, Simberi, Tolukuma, Kutubu dan Gobe. Operasi perusahaan-perusahaan ini telah menghasilkan perkiraan K13.42 miliar untuk ekonomi Papua Nugini. Pemilik lahan yang terpengaruh oleh perkembangan ini juga menerima royalti dari operasi tersebut. Namun, kekayaan ini belum diterjemahkan ke dalam pembangunan manusia yang nyata di seluruh negeri, seperti yang ditunjukkan pada indikator sosial yang kinerjanya buruk. Sebagai gantinya, pendapatan dari eksploitasi sumber daya alam digunakan dalam proyek yang tidak direncanakan dan tidak berfokus pada penyampaian fungsi sosial inti, seperti
Penyediaan kebijakan yang stabil dan tidak distortif yang bertujuan untuk membangun dan mempertahankan pengembangan pasar modern, dan kerangka kerja legislatif dan peraturan, layanan sosial, jaminan sosial dan infrastruktur sosial yang akan mengarah pada peningkatan penyampaian layanan penting ke seluruh Papua Orang-orang Guinea baru. Ada banyak bukti manfaat yang tidak didistribusikan ke semua pemilik lahan. Pemilik lahan belum memenuhi aspirasi mereka mengenai perkembangan ini dan untuk melihat perbaikan dalam standar kehidupan mereka. (Kiele, 2014)

Menurut hukum Papua Nugini (PNG), negara memiliki semua tanah dan air negara tersebut, termasuk sumber mineral dan minyak bumi. Namun, pemilik lahan PNG tidak menerima undang-undang ini. Mereka mengalami kesulitan dalam mendamaikan konsep kepemilikan ini dengan cara hidup tradisional / tradisional mereka, yang mempertahankan bahwa klan tersebut harus menjadi penengah utama kepemilikan, dan setiap penerbitan sewa tanah untuk sumber daya pembangunan harus memerlukan persetujuan dari masyarakat pemilik tanah. Klan, dalam banyak kasus, memegang posisi tawar yang kuat dalam negosiasi mengenai pengembangan sumber daya, dan tuntutan akan kompensasi sesuai dengan agenda mereka. Pemilik lahan menerima 40% arus manfaat termasuk:
Proyek mitigasi - dalam penyediaan dana untuk infrastruktur sosial, seperti sekolah, layanan kesehatan (posko bantuan) dan jalan;
Preferensi pertama untuk pekerjaan;
Mendukung penyuluhan hubungan masyarakat di bidang kesehatan primer, Perawatan, pengembangan usaha dan mobilisasi tanah;
Meningkatkan kesempatan pendidikan dan pelatihan, dan Dukungan untuk kegiatan budaya dan olah raga;
Dan perlakuan istimewa terhadap perusahaan pemilik lahan untuk spin-off bisnis.
Namun, masalah tata kelola yang melibatkan manajemen dan distribusi arus manfaat dan kekayaan yang dihasilkan dari operasi penambangan telah berdampak pada penyampaian layanan dan harapan penting pemilik lahan.

Dari sudut pandang masyarakat, ada beberapa pembenaran di negara bagian yang menjaga hak kepemilikan atas mineral dan sumber daya alam lainnya tanpa nilai atau penggunaan tradisional. Ada argumen yang valid dalam situasi Papua Nugini bahwa sumber daya dari nilai ekonomi yang sangat besar tidak boleh diserahkan kepada individu atau masyarakat tertentu. Kepemilikan sumber daya alam yang berharga tersebut harus diberikan di negara, dengan cara yang sama seperti kepemilikan tanah adat dipegang oleh kelompok klan atau kekerabatan secara keseluruhan. Kedua otoritas tersebut menjalankan peran mereka berdasarkan kepercayaan, satu (negara bagian) untuk seluruh masyarakat dan kelompok pemilik tanah lainnya, untuk anggotanya. Saat ini, negara-bangsa Papua Nugini mencakup semua kelompok kesukuan yang ada. Tantangannya terletak pada rekonsiliasi keadaan modem ini dan banyak masyarakat kesukuan yang sebelumnya telah melakukan banyak peran negara-bangsa. Namun, sepenuhnya mengembalikan unit politik tradisional tersebut tidak sesuai dengan pembangunan bangsa dan anti-konstitusional.

Ada juga klaim eksploitasi dan kepemilikan sumber daya alam. Terkadang, ada klaim yang bertentangan yang diajukan oleh kelompok tetangga mengenai sumber daya atau substansi ini. Hak untuk menggunakan sumber daya alam tertentu dipandu oleh ritual dan undang-undang yang dikembangkan bersamaan dengan penemuan sumber daya ini. Pada periode postkolonial, undang-undang tradisional ini dimasukkan oleh apa yang bisa disebut Hukum 'Barat'. Peter Sack berargumentasi untuk membedakan antara apa yang dia sebut 'primitif' dan hukum 'Barat'

Primitive law being an open system, it cannot be argued that norights to rock outcrops and patches of poor soil exist because thetraditional law says nothing about them (as could probably be arguedin Western law). Although not yet defined, these rights will bedefined when their existence becomes a practical issue. Thisdefinition does not create new rights; they existed all the time, only in a latent form (Sack 1973:20).

Baik hukum dan kebiasaan tunduk pada penyesuaian konstan dalam ruang dan waktu. Tidak dapat dipungkiri kebiasaan itu berubah dalam reaksi terhadap penyelesaian postkolonial dan keadaan kontemporer berkenaan dengan hak mineral. Mineral, minyak dan gas bisa dilihat dengan dua cara. Pertama, mereka adalah sumber daya nilai yang secara alami terjadi. Dalam hal ini, kepemilikan, dan hak untuk menggunakan sumber daya semacam itu adalah milik pemilik tanah. Kedua, mineral, minyak dan gas dapat dianggap sebagai sumber daya alam lainnya seperti sungai dan danau - sebagai milik umum atau umum. Dalam kasus ini, kelompok pemilik lahan hanyalah administrator wali amanat.
Kebijakan Mineral dan Pertambangan PNG diarahkan pada distribusi sewa sumber daya, hak mineral dan penilaian yang beresiko. Pemilik lahan tidak terlibat langsung dalam negosiasi mengenai pengembangan sumber daya utama; Mereka hanya diajak berkonsultasi dan kemudian kepentingan mereka dipresentasikan dalam proses negosiasi. Manfaat bagi pemilik tanah, jika ada, ditetapkan dalam kontrak, seperti Undang-Undang Pertambangan (Bougainville Copper Agreement) Act 1967 atau Undang-Undang Pertambangan (Ok Tedi Agreement) 1976, antara negara dan pengembangnya. Kebijakan ini diterapkan pada semua proyek komersial utama, terlepas dari hak kepemilikan pemilik tanah dalam proyek tersebut, sampai setelah konflik Bougainville, ketika pemerintah melakukan tinjauan terhadap kebijakan mineral dan pertambangan. Kajian tersebut mengarah pada diperkenalkannya Undang-Undang Pertambangan yang baru tahun 1992. Undang-undang Pertambangan 1992 dan Undang-Undang Perminyakan 1992, sekarang Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi tahun 1998, memberikan konsultasi dan proses forum pengembangan yang melibatkan pemilik lahan, dan pemerintah provinsi dan daerah. Ini untuk memastikan bahwa pandangan orang-orang yang terkena dampak proposal proyek dipertimbangkan dan oleh karena itu membantu meminimalkan perselisihan dalam kaitannya dengan
Proyek. Pemilik lahan sekarang menegosiasikan bagaimana manfaat dari proyek-proyek besar akan didistribusikan selama proses forum pembangunan dan kesepakatan tersebut sampai kepada negara dan pemilik lahan untuk menandatangani perjanjian khusus (Memorandum of Agreement / MOA) yang mengkonfirmasikan persyaratan pembagian keuntungan mereka.
Pengaturan dan kewajiban untuk memastikan pengiriman dan kelanjutan keamanan proyek. Berdasarkan MOA, 13 manfaat diberikan di:

Royalti - pendapatan dialokasikan ke pemerintah provinsi (menjadi tuan rumah proyek)
;
Hibah dukungan khusus (SSG) - yang dialokasikan kepada pemerintah provinsi (provinsi tuan rumah) sebagai anggaran Dukungan untuk pembangunan infrastruktur (mengantarkan barang dan jasa ke area proyek, dan memfasilitasi Pengembangan dan pengoperasian proyek); dan

Ekuitas negara - 22,5 persen dari proyek minyak bumi dan 30 persen dari proyek pertambangan, bagian yang juga dialokasikan ke pemerintah provinsi yang menyelenggarakan proyek tersebut untuk mendukung pembangunan Infrastruktur, dan pengiriman barang dan jasa.

Untuk meninggalkan hak kepemilikan sumber daya mineral sepenuhnya kepada pemilik tanah adat itu berbahaya. Meskipun hal ini dapat diterima di negara-negara lain, di Papua Nugini, kemungkinan hal ini akan membuka pintu untuk berbagai klaim untuk mendapatkan keuntungan eksklusif dari pertambangan komersial, yang menyebabkan ketidakharmonisan antara mereka yang memiliki kecelakaan bahagia dengan mineral di bawah tanah mereka, Dan kebanyakan, siapa yang tidak. Pemilik tanah swasta, atas nama hak adat, akan mencoba mendikte persyaratan untuk melegitimasi pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Kepemilikan pribadi atas mineral juga akan menyebabkan 'hak veto', di mana pemilik lahan dapat menolak pengembangan sumber daya mineral di bawah tanah mereka, yang secara virtual menahan masyarakat untuk mendapatkan uang tebusan. Pemilik lahan adat tidak bisa menjadi 'pengendara bebas' atas keuntungan lain yang mereka dapatkan dari masyarakat. Hal ini terutama karena usaha masyarakat secara keseluruhan bahwa tanah memiliki nilai ekonomi. Pendanaan publik menyediakan infrastruktur sosial dan ekonomi - jalan, jembatan, keamanan atau keamanan publik, pasar, dan keuangan - yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya tanah dan mineral.


 Dalam Konstitusi Papua Nugini tedapat Pasal yang mengatur tentang Sumber Daya Alam dan Lingkungan, dimana Pasal tersebut berbunyi:
“4.) Natural Resources and EnvironmentWe declare our Fourth Goal to be for PNG’s Natural Resources and Environment to be conserved and used for the collective benefit us all, and be replenished for the benefit of future generations.We accordingly call for –1) Wise use to be made of our natural resources and the environment in and on the land or seabed, in the sea, under the land, and in the air, in the interests of our development and in trust for future generations, and;2) The conservation and replenishment, for the benefit of ourselves and posterity, of the environment and its sacred, scenic, and historical qualities; and3) All necessary steps to be taken to give adequate protection to our valved birds, animal, fish, insects, plants, and trees.”

Namun, kepemilikan negara atas mineral hanya baik-baik saja sejauh negara mewakili kepentingan umum atau kepentingan publik. Apa yang telah terjadi dalam praktik di Papua Nugini selama bertahun-tahun membuat banyak hal diinginkan dan merupakan alasan utama untuk tidak adanya pembangunan, rincian hukum dan ketertiban, dan massa ditinggalkan dari buah kemakmuran dan bangsa. -building (Dorney 1990, Holzknecht 1995). 

Negara telah menjadi arena konflik. Pemerintah seharusnya mengelola sumber daya seperti mineral yang menjadi milik Negara secara perwalian. Di Papua Nugini, pemerintah melihat diri mereka sebagai negara. Anggota parlemen dan birokrat punya
Telah rentan terhadap korupsi dan salah urus (Dorney 1990, Holzknecht 1995).

Individu dan kelompok yang memasuki arena pengelolaan sumber daya melalui parlemen atau pemerintah telah menjadikannya praktik yang mapan untuk kepentingan pribadi lebih lanjut, baik secara individu maupun untuk faksi mereka. Mereka menggunakan slogan-slogan seperti 'rakyat', 'kepentingan nasional' dan 'privatisasi', padahal sebenarnya penerima manfaat adalah mereka yang memegang kekuasaan dan mengendalikan pundi-pundi publik.



IV. KESIMPULAN
Di satu sisi, kepemilikan mineral adalah hak negara. Hukum Tantangan untuk menyatakan kepemilikan mineral tidak berhasil di Papua Nugini sampai saat ini. Di sisi lain, Papua Nugini adalah properti yang memiliki demokrasi. Dengan demikian pemilik lahan adat memiliki hak yang tidak tertandingi atas kepemilikan tanah mereka dan pengembangan sumber daya yang ditemukan di dalamnya. Namun, pengejaran pertumbuhan ekonomi nasional di Papua Nugini hanya bisa dicapai dengan pendekatan pluralistik yang mengandung campuran hak kepemilikan pribadi dan umum. Sistem kepemilikan tanah adat memiliki konotasi hak kepemilikan individu, komunal dan publik atau hak milik bersama. Setiap bentuk pembangunan harus untuk kepentingan orang secara keseluruhan. Contoh dimana banyak yang dirugikan dari pembangunan harus dihindari. Kepemilikan negara atas mineral merupakan bagian dari kepentingan umum. Prinsip adat tidak harus bertentangan dengan kepemilikan negara atas mineral. Hanya bila negara yang asli dan berkembang memiliki mineral akan ada fasilitasi pengembangan masyarakat. Ini tidak terjadi di Papua Nugini, dan ini adalah masalah mendasar namun tidak terselesaikan yang sebagian besar harus dipersalahkan karena kurangnya pembangunan dan sebagian besar orang ditinggalkan dari arus utama pertumbuhan dan kemakmuran nasional yang kaya mineral. Papua Nugini.


Daftar Pustaka
  • · Crocombe, RG. (ed.), 1987. Land Tenure in the Pacific, University of the South Pacific, Suva.
  • · --and Hide, R, 1987. 'New Guinea: unity in diversity', in RG. Crocombe (ed.) Land Tenure in the Pacific, University of the South Pacific, Suva:324-67.
  • · --, (ed.), 1995. Customary Land Tenure and Sustainable Development: complementarity or conflict?, South Pacific Commission, Noumea and Institute of Pacific Studies, University of South Pacific, Suva.
  • · Dorney, S., 1990. Papua New Guinea: people, politics and history since 1975, Random House, Milsons Point.
  • · Hitelai Polume-Kiele, 2014,  The Governance of Natural Resources: Issues Affecting Better Management of Revenues and Distribution of Benefis Within Papua New Guinea. Special Edition 1, International Journal of Rural Law and Policy Mining in a suistanable World.
  • · Greg Anderson, Executive Director & Dr. Moseley Moramoro, 2002. Papua New Guinea Mining Industry – Meeting The Challenges, PDAC International Convention.
  • · Asia-Pacific Economic Cooperation, 2016. Papua New Guinea Economy Report, 2016/SOM2/MTF/019.
  • · Susan Wacaster, 2012. The Mineral Industry of Papua New Guinea,  2012 Minerals Yearbook, PAPUA NEW GUINEA [ADVANCE RELEASE].
  • · Dr Greg Corbett, 2005. The Geology and Mineral Potention of Papua New Guinea, Papua New Guinea Department of Mining 2005.
  • · https://id.wikipedia.org/wiki/Eksploitasi
  • · https://data.worldbank.org/country/PapuaNewGuinea

Komentar